Kelas VII SMP Katolik Santa Clara Surabaya terbagi menjadi lima gelombang. Tiap gelombang berisikan 35 orang yang terdiri dari 32 peserta didik dan 3 pembina, mengikuti retret 3 hari untuk setiap gelombang. Retret selama 3 hari di Griya Samadi Vincentius Prigen dengan tema “Aku Bersyukur, Aku Siap Diutus” memberikan ruang bagi siswa kelas VII untuk mendalami jati diri mereka sebagai citra Allah, menyadari kekuatan dan kelemahan yang dimiliki, serta mempersiapkan diri untuk diutus menjadi pribadi yang lebih bermakna bagi dunia di sekitar mereka. Melalui bimbingan reflektif dan spiritual, retret ini membawa peserta dalam perjalanan transformasi spiritual yang mendalam. Berikut adalah refleksi dari setiap hari dalam retret ini:

 

Hari Pertama – Semangat Inesian dan Siapa Aku: Aku Citra Allah.

Pada hari pertama, retret dimulai dengan pengenalan mengenai semangat inesian, yang menekankan pentingnya “mencari dan menemukan Tuhan dalam segala hal.” Semangat ini diambil dari spiritualitas Beata Maria Ines yang mengajarkan para peserta didik untuk menyadari bahwa Tuhan hadir dalam setiap aspek kehidupan sehari-hari yang terkandung dalam 3 semangat inesian yakni kepercayaan, kegembiraan dan kesederhanaan. Sr. Tina MC memberikan contoh dasa sila Beata Maria Ines dan pengalaman hidup Maria Ines untuk semakin dekat dengan Tuhan dan bagaimana hal itu dapat diterapkan dalam kehidupan peserta didik kelas VII.

Setelah pendalaman tentang semangat inesian, peserta didik diajak untuk masuk ke tema “Siapa Aku?” dengan merenungkan jati diri mereka sebagai citra Allah. Melalui sesi doa, refleksi pribadi, dan diskusi kelompok, setiap peserta disadarkan bahwa mereka diciptakan sesuai dengan gambar dan rupa Allah, memiliki martabat yang tinggi dan dipanggil untuk mencerminkan kasih, kebaikan, dan kesucian.

Sesi ini diakhiri dengan renungan pribadi, di mana peserta didik diminta untuk menuliskan jawaban atas pertanyaan: “Siapakah aku di hadapan Tuhan?” dan “Bagaimana aku melihat diriku sebagai citra Allah?” Mereka diajak untuk merenungkan bahwa meskipun masih muda, mereka memiliki potensi besar untuk menjadi terang di dunia, mencerminkan kebaikan Allah melalui tindakan sehari-hari.

 

Hari Kedua – Mengenal Kekuatan, Kelemahan, dan Panggilan untuk Mewarnai Hidup.

Pada hari kedua, fokus retret beralih pada hal-hal baik dan kelemahan yang ada dalam diri setiap peserta didik. Peserta didorong untuk melakukan introspeksi, mengenali kekuatan yang mereka miliki, baik dari segi bakat, kemampuan, maupun karakter. Di saat yang sama, mereka juga diajak untuk mengakui kelemahan-kelemahan mereka, bukan sebagai sesuatu yang memalukan, tetapi sebagai bagian dari proses pertumbuhan dan pembelajaran.

Sesi ini diselingi dengan permainan kelompok dan aktivitas yang membantu peserta melihat bagaimana setiap orang memiliki peran penting dalam sebuah tim, baik dari segi kekuatan maupun kelemahan. Kelemahan seseorang dapat dilengkapi oleh kekuatan orang lain, dan sebaliknya. Aktivitas ini mengajarkan pentingnya saling melengkapi dan bekerja sama.

Pembimbing retret kemudian mengarahkan peserta pada kesadaran bahwa mereka hidup bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi untuk mewarnai hidup orang lain. Peserta diingatkan bahwa mereka memiliki panggilan untuk menjadi berkat bagi sesama, dan hidup yang bermakna adalah hidup yang memberi dampak positif kepada orang-orang di sekitar mereka.

Sesi sore diisi dengan refleksi pertobatan. Peserta diminta untuk merenungkan satu langkah konkrit yang akan mereka ambil untuk bertobat dari kelemahan atau kesalahan yang selama ini mereka lakukan. Mereka diberi kesempatan untuk berdoa secara pribadi, mengakui kesalahan di hadapan Tuhan, dan memohon kekuatan untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik. Momen ini menjadi salah satu yang paling mendalam, ketika banyak peserta menyadari pentingnya pertobatan dalam hidup sehari-hari.

 

Hari Ketiga – Aku Siap Diutus

Hari terakhir retret membawa tema besar yaitu “Aku Siap Diutus.” Setelah menyadari jati diri mereka sebagai citra Allah dan memahami kekuatan serta kelemahan yang ada dalam diri, peserta didik diajak untuk mempersiapkan diri sebagai utusan Tuhan di dunia. Sesi ini dimulai dengan refleksi tentang apa artinya diutus. Menjadi utusan Tuhan tidak harus melalui hal-hal besar, tetapi dimulai dari tindakan-tindakan kecil yang mencerminkan kasih dan kepedulian kepada orang lain.

Peserta diajak untuk melihat bahwa mereka dapat diutus dalam kehidupan sehari-hari, baik di rumah, sekolah, maupun dalam pertemanan. Contoh-contoh nyata yang diberikan adalah membantu orang tua di rumah, bersikap jujur dalam belajar, menjadi teman yang baik, dan berani menolak hal-hal negatif yang bertentangan dengan nilai-nilai Kristiani.

Pada sesi akhir, dilakukan Misa Perutusan, setiap peserta didik diberkati dan didoakan agar siap menjalani hidup sebagai utusan Tuhan. Dalam homili, imam menegaskan bahwa meskipun mereka masih muda, setiap siswa memiliki panggilan yang sama untuk mewartakan kebaikan Tuhan dalam kehidupan mereka. Misa ini menjadi simbol bahwa mereka diutus untuk membawa kasih, perdamaian, dan kebaikan ke mana pun mereka pergi.

 

Refleksi Pribadi dan Kesimpulan

Setelah tiga hari penuh refleksi, doa, dan aktivitas rohani, peserta meninggalkan Griya Samadi Vincentius Prigen dengan hati yang penuh syukur dan semangat baru untuk diutus. Mereka menyadari bahwa meskipun perjalanan hidup masih panjang, mereka telah mendapatkan bekal penting untuk menjadi pribadi yang lebih baik, lebih mencintai Tuhan, dan lebih peduli kepada sesama.

Retret ini tidak hanya memberikan pencerahan spiritual, tetapi juga membentuk karakter setiap peserta untuk lebih berani menghadapi tantangan hidup. “Aku Bersyukur, Aku Siap Diutus” bukan hanya tema retret, tetapi menjadi pedoman hidup yang akan mereka bawa ke dalam kehidupan sehari-hari, sebab mereka dipanggil untuk hidup dalam rasa syukur dan siap menjadi berkat bagi dunia di sekitar mereka.

Leave a Comment

error: Content is protected !!